Dedi Jaya Sihite; " />
Record Detail Back

XML

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK RESTITUSI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI


Perdagangan orang merupakan masalah yang menjadi perhatian
luas di Asia bahkan seluruh dunia. Perdagangan orang terjadi tidak hanya
menyangkut di dalam Negara Indonesia saja yaitu perdagangan orang
antar pulau, tetapi juga perdagangan orang di luar Negara Indonesia di
mana terjadi perdagangan orang ke negara-negara lain. Berbagai
penyebab yang mendorong terjadi hal tersebut diatas, diantaranya yang
dominan adalah faktor kemiskinan, ketidaktersediaan lapangan kerja,
perubahan orientasi pembangunan dari pertanian ke industri serta krisis
ekonomi yang tidak berkesudahan. Sehubungan dengan korban kejahatan
perdagangan orang, dimana kebanyakan korban perdagangan orang
adalah anak dan perempuan yang merupakan tunas, potensi, dan
kelompok strategis bagi keberlanjutan bangsa di masa depan, maka perlu
diperhatikan. Bentuk perlindungan hukum bagi korban adalah restitusi
atau ganti kerugian, Negara Indonesia sebenarnya sudah memiliki
instrumen hukum untuk melindungi warga masyarakatnya dari tindak
pidana perdagangan orang yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Tujuan dari
tulisan ini adalah untuk mengetahui Implementasi hak restitusi atau ganti
kerugian yang diperkenankan dimohon oleh korban terhadap pelaku.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang kemudian
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa prosedur pengajuan
pada perkara tindak pidana perdagangan orang diatur secara tersendiri
didalam undang-undang tindak pidana perdagangan orang dan mengacu
kepada KUHAP kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang Tindak
Pidana Perdagangan Orang. Kendala dalam penerapan restitusi pada
perkara tindak pidana perdagangan orang dapat diklasifikasikan dalam 3
kelompok yaitu : 1. Faktor perundang-undangan; 2. Faktor sumber daya
manusia; 3. Faktor korban. Upaya yang harus dilakukan agar restitusi
dapat diterapkan pada perkara tindak pidana perdagangan orang yaitu :
ketentuan mengenai restitusi perlu direvisi, dibuatkan peraturan pelaksana
mengenai prosedur pengajuan restitusi oleh masing-masing lembaga
penegak hukum, peningkatan kualitas sumber daya manusia para
penegak hukum, koordinasi dan kerja sama antara instansi penegak
hukum, sosialisasi kepada masyarakat terutama korban mengenai tindak
pidana perdagangan orang dan masalah restitusi. Kemudian kendala dari
kurangnya kesadaran penegak hukum dan sumber daya manusia yang
terlatih dan terampil dalam memperjuangkan hak restitusi korban.
Dedi Jaya Sihite - Personal Name
NONE
Text
INDONESIA
HUKUM UNLA
2017
BANDUNG
LOADING LIST...
LOADING LIST...
APA Citation
Dedi Jaya Sihite. (2017).TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK RESTITUSI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI.(Electronic Thesis or Dissertation). Retrieved from https://localhost/etd