MUHAMMAD RAIHAN FIRDAUS; " />
Record Detail Back

XML

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL OKNUM APARATUR PENEGAK HUKUM BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL


Penelitian ini mengkaji dampak perubahan nilai budaya dan kemajuan
teknologi terhadap peningkatan tindak kriminalitas, khususnya kekerasan seksual
di Indonesia, yang diperparah oleh budaya patriarki dan ketidaksetaraan gender.
Menggunakan perspektif feminisme dan sosiologi, penelitian ini menganalisis dua
studi kasus kekerasan seksual oleh aparat penegak hukum terhadap tahanan di
Rutan Polda Sulawesi Selatan dan pelecehan terhadap anak panti asuhan di Polsek
Tanjung Pandan, Belitung. Data dari Kementerian PPPA menunjukkan tingginya
angka kekerasan seksual, terutama pada remaja, menyoroti perlunya kebijakan
hukum yang lebih efektif, revisi KUHAP, peningkatan pengawasan di lembaga
penahanan dan panti asuhan, serta penghapusan stigma sosial terhadap korban.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui pengkajian terhadap norma hukum
terkait kekerasan seksual, termasuk UU TPKS, KUHP, dan peraturan
pelaksanaannya. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menganalisis kasus
kasus konkret melalui studi dokumen dan berita media, terutama pada kasus Briptu
Sanjaya di Rutan Polda Sulawesi Selatan dan kasus Brigadir AK di Polsek Tanjung
Pandan, Belitung. Data dikumpulkan dari laporan berita, dokumen hukum, dan data
statistik yang relevan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap aparat
yang melakukan kekerasan seksual masih lemah, terlihat dalam kasus Briptu
Sanjaya dan Brigadir AK yang mendapat hukuman ringan. Ketidaktegasan dalam
sanksi dan lemahnya pengawasan internal membuka celah bagi penyalahgunaan
wewenang serta impunitas, yang merugikan korban dan mengurangi kepercayaan
publik. Implementasi UU TPKS dan UU Perlindungan Anak juga belum efektif
akibat diskresi penyidik yang tidak terkontrol, prosedur yang tidak ramah korban,
dan minimnya sensitivitas gender. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan peningkatan
pengawasan internal, pelatihan hak asasi manusia bagi aparat, serta revisi prosedur
hukum agar lebih berpihak pada korban. Selain itu, mekanisme pengaduan
independen, pengawasan berbasis teknologi, serta layanan pendukung seperti
konseling, rehabilitasi trauma, dan pendampingan hukum harus diperkuat.
Pemerintah juga perlu memastikan anggaran yang memadai untuk layanan ini,
terutama di daerah rentan, guna menjamin akses korban terhadap bantuan hukum
dan pemulihan psikologis. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan sistem
peradilan lebih transparan, akuntabel, dan memberikan perlindungan yang lebih
baik bagi korban.
MUHAMMAD RAIHAN FIRDAUS - Personal Name
NONE
Text
INDONESIA
HUKUM UNLA
2025
BANDUNG
LOADING LIST...
LOADING LIST...
APA Citation
MUHAMMAD RAIHAN FIRDAUS. (2025).PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL OKNUM APARATUR PENEGAK HUKUM BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL.(Electronic Thesis or Dissertation). Retrieved from https://localhost/etd