Record Detail Back
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEPASTIAN HUKUM TERHADAP GUGURNYA PRAPERADILAN BERDASARKAN PASAL 82 AYAT (1) HURUF D UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 102/PUU-XIII/2015
Lembaga Praperadilan yang berada dalam lingkup pemeriksaan
Pengadilan Negeri ini, hakekatnya merupakan mekanisme bagi seseorang untuk
menuntut legalitas perampasan hak atas kemerdekaan dirinya, akibat proses upaya
paksa oleh aparatur penegak hukum, atau suatu peristiwa tindak pidana yang
dituduhkan kepadanya. Hadirnya konsep praperadilan dalam KUHAP ini
terinspirasi dari Habeas Corpus Act dalam sistem peradilan Anglo Saxon.
Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015,
penerapan Pasal 82 ayat (1) huruf d, dalam praktiknya masih terjadi perbedaan
interpretasi di kalangan aparat penegak hukum sehingga dalam penerapannya
hingga saat ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang mengakibatkan sulitnya
mendapatkan keadilan bagi tersangka/terdakwa. Putusan MK ini semestinya
dijadikan dasar hukum bagi hakim praperadilan dalam menggugurkan
praperadilan dan bukan berdasarkan SEMA Nomor 5 Tahun 2021 yang hingga
saat ini dijadikan pijakan bagi hakim praperadilan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif, yang
bersifat deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk menggambarkan secara detail
peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum
dan praktik dalam pelaksanaan hukum positif yang akan menguraikan penerapan
hukum mengenai Putusan Praperadilan berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf d UU
No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dihubungkan dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015, dan menganalisis kepastian hukum
terhadap putusan praperadilan yang telah digugurkan berdasarkan SEMA Nomor
5 Tahun 2021, dengan memperbandingkan hukum serta mensinkronisasikan suatu
peraturan perundang-undangan melalui dua putusan praperadilan nomor
1/Pid.Pra/2023/PN Psw (Pasarwajo) dan putusan praperadilan nomor
3/Pid.Pra/2022/PN Mar (Marisa) sebagai sumber referensi dalam menganalisa
agar sesuai dengan fakta yang konkret.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa hadirnya putusan MK Nomor
102/PUU-XIII/2015 telah memberikan penjelasan secara spesifik serta memiliki
kepastian hukum dan telah memiliki kekuatan hukum tetap untuk dapat dijadikan
dasar hukum yang jelas dan tertulis bagi hakim praperadilan untuk tidak
menggugurkan praperadilan berdasarkan SEMA yang merupakan peraturan
kebijakan hasil inisiatif pejabat Mahkamah Agung kepada jajaran peradilan
sebagai panduan dalam penyelenggaraan peradilan. Jika kita ingin menempatkan
porsi secara adil, maka seharusnya jika perkara praperadilan sudah mulai di gelar,
hakim yang memeriksa pokok perkara dapat menunda pemeriksaan hingga ada
putusan praperadilan, meskipun perkara pokoknya telah dilimpahkan ke
pengadilan negeri, hakim yang ditunjuk untuk memeriksa perkara pokok dapat
menjadwalkan hari sidang setelah perkara praperadilan itu diputus, karena
pengadilan yang memeriksa permohonan praperadilan dan pokok perkara
terdakwa masih dalam wilayah hukum pengadilan yang sama
hukum
SAHAT PARSAULIAN SIMATUPANG - Personal Name
NONE
Text
INDONESIA
HUKUM UNLA
2024
BANDUNG
LOADING LIST...
LOADING LIST...
APA Citation
SAHAT PARSAULIAN SIMATUPANG. (2024).TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEPASTIAN
HUKUM TERHADAP GUGURNYA PRAPERADILAN
BERDASARKAN PASAL 82 AYAT (1) HURUF D
UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI NOMOR 102/PUU-XIII/2015.(Electronic Thesis or Dissertation). Retrieved from https://localhost/etd